top of page
Tulisan Kami: Blog2
Search

GEJOLAK RASISME DI AMERIKA SERIKAT DAN PENGARUH TERHADAP PERSAINGAN MENUJU GEDUNG PUTIH

FPCI UII

Syafran Naufal

Student of International Relations, UII


Tinggal hitungan bulan menuju kontestasi Pemilihan Presiden Amerika Serikat. Calon presiden yang bakal bersaing juga sudah mengerucut menjadi 2 nama. Partai Demokrat mengutus Joe Biden setelah pesaing ketat nya Bernie Sanders memutuskan untuk mundur dari pencalonan. Partai Republik mengutus nama yang sudah tak asing bagi tidak hanya masyarakat Amerika Serikat tapi bahkan dunia Internasional yaitu The Controversial one, Donald Trump. Dua calon tersebut bakal bersaing menuju Gedung Putih pada pemilihan yang jatuh pada 3 November 2020. Alih-alih mulai berkampanye mengenai gagasan untuk 4 tahun kedepan, Dua calon ini seakan ‘terpinggirkan’ oleh perhatian masyarakat akibat gejolak rasisme yang melanda Amerika Serikat. Minneapolis menjadi saksi dimana pria berkulit hitam bernama George Floyd ditindih oleh seorang Polisi hingga meninggal. Tagar #BlackLivesMatter hingga seruan “I Can’t Breath” menggema di penjuru Amerika Serikat. Gejolak rasisme tersebut bisa dijadikan momentum bagi kedua calon, namun jika salah mengambil langkah maka suara pendukung menjadi taruhan nya.

Aksi demonstrasi yang terjadi di hampir seluruh penjuru Amerika Serikat tentunya akan berdampak dengan apa yang akan terjadi pada tanggal 3 November nanti. Seperti yang dilansir oleh The Guardian (08/06/2020), demonstran di dominasi oleh anak-anak muda dalam rentang usia 18-29 tahun. Hal ini tentunya berkaitan dengan pemilih muda yang akan memberikan suaranya pada Pemilhan Presiden nanti. Para pemilih muda mulai mengamati respon kedua calon presiden mereka terkait kasus George Floyd, respon dari kedua kandidat sangat berpengaruh terhadap jalan mereka menuju Gedung Putih pada November nanti. Dari riset yang penulis himpun, kasus rasisme terhadap Goerge Floyd berpengaruh terhadap tingkat partisipasi kaum muda pada pemilihan Presiden 2020.

Lantas apa yang masyarakat Amerika Serikat harapkan dari 2 kandidat ini? Ternyata realita nya tidak sesuai dengan harapan,

Barack Obama adalah presiden Amerika Serikat pertama yang berasal dari keturunan Afrika serta berkulit hitam. Harapan masyarakat Amerika Serikat khususnya komunitas kulit hitam atas terpilihnya Barack Obama sangat tinggi saat itu, Namun setelah 2 periode menjabat sebagai POTUS (President of the United States) Barack Obama tidak mampu memenuhi ekpektasi masyarakat Amerika Serikat. Faktanya gerakan #BlackLivesMatter dimulai pada masa Presiden Obama, gerakan ini dipicu akibat penembakan yang menewaskan pemuda berkulit hitam yang bernama Trayvon Martin pada tahun 2012. Peristwa tewasnya George Floyd otomatis berdampak tehadap persaingan menuju gedung putih. Namun sayangnya respon dari dua kandidat Presiden jauh dari ekspektasi masyarakat Amerika Serikat pada umumnya. Respon kandidat Partai Republik yang sekaligus petahana pada Pemilihan Presiden 2020 yaitu Donald Trump sukses membuat masyarakat Amerika Serikat sekaligus dunia internasional geleng-geleng kepala, sebab sikap Donald Trump yang mengecam keras aksi demonstrasi yang mengatasnamakan pembelaan atas ras kulit hitam di Amerika Serikat dengan menyerukan agar para polisi menindak tegas para demonstran dinilai menunjukkan “sinyal” bahwa Donald Trump tidak menudukung penuh kesetaraan ras di Amerika Serikat. Lantas orang berpikir bahwa pernyataan Trump tersebut bakal menguntungkan lawannya Joe Biden. Surprise Surprise! Pernyataan Joe Biden tidak kalah kontroversial nya. Biden yang merupakan Wakil Presiden yang mendampingi Barack Obama selama 2 periode mengeluarkan pernyataan terkait sikap polisi terhadap demonstran, dalam pidato nya di hadapan African American Community, Biden mengatakan “shoot them in the leg instead of the heart”. Statement tersebut menuai pro kontra di seluruh penjuru Amerika Serikat, banyak orang yang beranggapan bahwa Biden mendukung salah satu bentuk kekerasan terhadap demonstran lewat pernyataanya tersebut. Para pengamat politik menilai Biden gagal dalam mengambil momentum agar mendapatkan hati masyarakat Amerika Serikat.

What will happen until November 3rd ?

Rasisme bukan menjadi masalah yang baru di Amerika Serikat. Keberagaman suku, budaya serta ras masih dicederai dengan terus terjadinya kasus-kasus rasisme di Amerika. Negara yang sudah menyandang status superpower ini bahkan belum dapat menutaskan masalah yang berhubungan dengan equality ataupun kesetaraan bagi semua orang. Peristiwa tewasnya George Floyd dan Pemilhan Presiden yang terjadi dalam rentan waktu yang berdekatan semestinya bisa menjadi refleksi bagi elit-elit politik AS untuk menunjukkan sikap terhadap masalah yang sudah berumur lebih dari 100 tahun di negeri Paman Sam ini. Sikap positif dari dua kandidat Presiden otomatis akan menarik simpati dari para pemilih yang akan menentukan hak suara nya nanti. Dukungan electoral juga sangat berpengaruh terhadap sikap kedua kandidat Presiden dalam menyikapi gejolak rasisme yang sedang melanda Amerika Serikat. Ketika berbicara dukungan electoral, bahasa ini memang terkesan sangat politis. Namun dalam sistem Pemilhan Presiden Amerika Serikat suara electoral adalah kunci untuk memenangkan konstestasi Pemilihan Presiden. 270 Suara electoral menjadi syarat bagi siapapun yang akan menyandang gelar sebagai POTUS. Dalam survei elektabilitas electoral yang dibuat oleh CNN Politics (11/06/2020) Trump saat ini diprediksi memiliki 205 suara electoral sedangkan lawannya Biden memiliki 232 suara. Angka tersebut masih jauh dari kata “aman” bagi kedua kandidat karena masih akan terus berubah-ubah. Dua partai pengusung kedua calon harus memutar otak dan berpikir lebih keras akibat masing-masing kandidat nya melakukan “blunder” dalam merespon peristwa gejolak rasisme di Amerika Serikat. Tidak hanya kedua kandidat Presiden, masing-masing partai harus menunjukkan sikap yang jelas dan tegas terhadap isu-isu rasisme ataupun yang berhubungan dengan ketidaksetaraan karena dengan sikap tersebut akan berpengaruh terhadap suara electoral sekaligus melancarkan jalan untuk menjadi pemenang pada 3 November nanti. Pada akhirnya tidak ada satupun perbuatan atas nama diskriminasi yang dapat dibenarkan di seluruh belahan dunia ini. Penulis akan menutup dengan kutipan dari Martin Luther King Jr “Injustice anywhere is a threat to justice everywhere”.

Black Lives Matter. God Bless America!

Now Playing: The Star-Spangled Banner

 
 
 

Comments


bottom of page